Tuna Karya ialah...

Langit yang
mendung mengingatkanku pada suatu derita. Derita tentang seorang pemuda yang
kehilangan pekerjaan. Pekerjaan yang selalu diidam – idamkannya, kini telah
hilang dari hadapannya. Itu karena brosur tentang lowongan pekerjaan itu telah
hilang disapu angin.Hmm..angin saja bisa menyapu? Kamu kapan? Ladalah.
Ceritanya nih
aku sedang bikin puisi tentang tuna karya. Hanya saja aku tidak sanggup
melanjutkannya. Gimana mau melanjutkan, kalau aku tidak memberi tahu kamu
tentang “tuna karya ialah...”. Aku beri tahu dulu tentang itu. Ya sapa tahu,
setelah itu akan menginspirasimu untuk membuat puisi. Ok next.
Tuna karya
ialah...
Sob, konon
menurut cerita yang sudah tercipta pada zaman dahulu sebelum kita lahir. Orang
yang tidak punya pekerjaan itu dinamakan tuna karya hlo. Mengapa demikian?
Karena mereka tidak punya pekerjaan, akhirnya cuma menganggur di rumah.
Mungkin saja
mereka sebenarnya pernah mencari kerja, hanya saja belum dipanggil oleh
pekerjaan yang mereka lamar. Atau mungkin mereka pernah bekerja, tapi karena
PHK, akhirnya mereka dikeluarkan dari pekerjaannya. Pernahkan pada tahun berapa
gitu, ada PHK besar – besar, melahirkan pengangguran, bukan melahirkan karya
yang melegenda.
Selain PHK, bisa
juga karena jumlah lapangan pekerjaan itu sebanding dengan jumlah pencari
kerja. Coba dah dipikirkan kembali, ada lowongan pekerjaan untuk menjadi tenaga
medis, yang dibutuhkan 2 orang, tapi yang melamar bisa 35 orang. Sungguh tidak
bisa dibayangkan. Yang diloloskan cuma dua orang, sisanya cuma bisa gigit jari.
Miris sih,
melihat lapangan pekerjaan yang sedikit, sedangkan yang membutuhkan pekerjaan
bisa beribu – ribu orang (Alay dikit lah). Akhirnya mereka tidak bisa
menghasilkan suatu karya yang mungkin bisa digunakan oleh orang lain. Karena
mereka tidak bisa menghasilkan karya, sehingga menjadi seorang pengangguran,
maka muncullah kata tuna karya.